Komenter: Otonomi Khusus Riau
Dear All
Saya ingin memberikan komentar terhadap tulisan Nenny. Pengamatan Nenny cukup kritis, namun ada beberapa hal perlu di cermati lebih seksama lagi.
Pertama, saya sependapat dengan komentar Nenny, ini bukan merupakan hal yang baru. Sudah lama Riau ingin mengikuti jejak Aceh dan Papua, namun aliran dari masyarakat bawah tidak begitu kuat. Ini yang mengherankan saya, kenapa masyarakat Riau tidak menyambut baik setiap ada angin segar yang lewat atau ada arus balik yang meredam. Sebanarnya, kita harus mendukung setiap ada upaya untuk memperkecil jurang kehidupan. Kalau kita pernah ke Riau dan melihat kehidupan masyarakat di sekitar proyek minyak, cukup menyedihkan. Mungkin lebih sedih dari pada yang saya lihat dengan phenomena yang terjadi di Aceh atau Papua. Sudah saatnya mereka mendapatkan lebih. Sudah saatnya juga Jakarta berlaku adil dan bijak. Saya pikir, tidak perlu mengikuti jejak Aceh dan Papua dulu, dengan ribuan masyarakat di bunuh, gadis-gadis kampung yang cantik diperksosa, dan harta benda di dirampas, baru diberikan otonomi khusus. Rasanya kenikmatan otonomi setengah itu tidak sebandingkan dengan pengorban. Jakarta, sebenarnya harus lebih bijak lagi ke depan.
Mengenai besarnya uang yang diterima Riau seperti angka yang disebutkan masih nol koma persen dari kontribusi Riau untuk bangsa dan negara selama ini. Kalau, hanya 951 milyar untuk Riau, dan sekitar 51 milyar untuk Kepri, angka ini masih sangat kecil. Sebagai perbandingan, Kabupaten Aceh Utara, tahun 2002 aja, APBD mencapai 962 milyar dan tahun 2003 mencapai angka 1.019.016.072.000, jauh lebih tinggi dari pada sebelum otonomi (bukan otonomi khusus) yang hanya 179 Milyar. Kalau seandainya, pemerintah pusat memutuskan dan menetapan UU Otonomi Khusus Aceh yang sedang dibahas sekarang, dengan pembangian 70:30, hasilnya baru cukup mencengankan. Hal ini idealnya, jangan hanya diterima oleh Aceh, Papua, namun juga Riau dan Kaltim. Kalau tidak mau selamanya, cukup berikan 10 tahun aja, sehingga daerah ini bisa mengejar ketinggalan. Bisa membangun sekolah dan universitas dengan peralatan yang standard, dan mampu mengirimkan guru dan dosen untuk belajar ke UK, ke Australia dan Amerika. Kalau harus menunggu belah kasihan beasiswa seperti Chevening, AusAID, paling-paling Riau, Aceh hanya dapat mengirimkan 1 atau 2 orang saja. Banyak orang percaya, atau setidaknya bisa menharapan, dengan otonomi khusus, SDM, infrastruktur, dan kegiatan ekonomi bisa lebih berjalan. Selanjutnya, tinggal kita sama-sama memberikan pemikiran, konsep, mengawal, mengkritik agar tujuan semula kita berbangsa dan bernegara lebih terasa. Bukankah hakikat bernegara dan berbangsa seperti hakikat kita berorganisasi, yang membedakan besar kecilnya organisasi dan uang yang kita kelola?
0 Comments:
Post a Comment
<< Home